Receivable write of is permitted by
tax law only for certain reason. You may not write off any receivable and
deduct your tax liability unless if they meet the clausal mentioned on the
regulation. Tidak semua piutang yang anda hapuskan boleh
dibebankan sebagai kerugian piutang. Ada
ketentuan pasti yang mengatur hal tersebut. Berikut ini adalah
ketentuan-ketentuan dan undang-undangan perpajakan terkait dengan penghapusan
piutang dan pembebanan kerugian piutang tak tertagih. Posting ini saya
maksudkan untuk melengkapi posting saya mengenai piutang
(account receivable):
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2000, antara lain diatur sebagai berikut:
Pasal 6 ayat (1) huruf h, besarnya Penghasilan
Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan
berdasarkan penghasilan bruto dikurangi piutang yang nyata-nyata tidak dapat
ditagih, dengan syarat:
- Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba-rugi komersial.
- Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
- Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
- Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 1 ayat (2) Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 130/KMK.04/1998 tentang Penghapusan Piutang Tak Tertagih yang
Boleh Dikurangkan sebagai Biaya, diatur bahwa piutang tak
tertagih yang dapat dihapuskan adalah piutang usaha sesuai dengan bidang usaha
dari Wajib Pajak yang bersangkutan.
Artinya, jika bidang
usaha wajib pajak adalah hotel, maka penghapusan piutang tak tertagih yang
dapat dibebankan sebagai kerugian piutang tak tertagih hanya piutang-piutang
yang terbentuk oleh transaksi penjualan kamar, makanan dan minuman serta jasa
pendukung aktivitas hotel itu saja. Sedangkan kerugian piutang atas penjualan
mobil perusahaan yang tidak tertagih tidak boleh dihapuskan dan dibebankan
sebagai kerugian.
Pasal 2 ayat (3) Keputusan Direktur
Jenderal Pajak Nomor KEP-238/PJ./2001 tentang Penghapusan
Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih, diatur bahwa penyerahan
perkara penagihan piutang selain piutang negara hanya dapat dilakukan pada
Pengadilan Negeri.
Artinya: Piutang tak
tertagih yang pengurusannya diserahkan (diselesaikan) oleh badan lain selain
melalui pengadilan negeri, tidak dapat dijadikan dasar keputusan untuk
membebankan kerugian piutang tak tertagih, termasuk Badan Arbitrase Nasional
Indonesia (BANI).
Source:
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.